1. Pemanis
Ada 2 macam pemanis (sweeteners) yang sering dipakai dalam industri makanan, yaitu pemanis sintetis dan pemanis alami. Pemanis sintetis non-kalori, seperti: sodium siklamat (Na-Cyclamate), sodium sakarin (Na-Saccharine), dan aspartame, umumnya halal. Namun demikian, sorbitol bersifat syubhat karena produk ini dibuat dari glukosa yang berstatus syubhat. Dalam skala industri, glukosa dapat dibuat secara enzimatis menggunakan katalisator enzim alpha-amilase. Enzim ini dapat berasal dari mikroorganisme maupun dari saluran pencernaan hewan (saliva dan pankreas). Oleh sebab itu, sirup glukosa yang tidak tersertifikasi halal berstatus syubhat.
Pemanis alami juga ada beberapa macam. Umumnya gula jawa dan gula aren aman dikonsumsi. Justru gula pasir yang selama ini tidak kita waspadai dapat berstatus syubhat. Gula pasir dipermasalahkan kehalalannya karena senyawa yang sering dipakai sebagai whitening (pemucat atau pemutih) adalah arang (karbon) aktif. Arang aktif ini terkadang juga dipakai sebagi filter penyaring air. Arang aktif ini dapat berasal dari bahan tambang (mine), dari arang kayu tanaman (charcoal), maupun dari tulang hewan (bone). Arang tulang babi disinyalir banyak tersedia di pasaran.
2. Pengemulsi
Bahan pengemulsi (emulsifier) adalah bahan yang ditambahkan pada adonan pangan yang ditujukan agar bahan baku yang berkadar lemak tinggi dapat bercampur dengan air secara merata (homogen) dan stabil dalam waktu lama. Oleh karena dapat berfungsi menstabilkan campuran, maka sering kali pula dipakai sebagai bahan penstabil.
Status kehalalan bahan pengemulsi tergantung oleh senyawa yang dipakai, seperti misalnya: lesitin (lechitin). Lesitin adalah senyawa fosfolipida yang berasal dari lemak, tentu bisa lemak hewani maupun lemak nabati. Apabila berasal dari lemak hewan, maka harus dipastikan status kehalalan hewannya.
Lesitin juga dapat diekstrak dari bahan nabati, seperti: biji kedelai (soy/soya lechitin). Lesitin kedelai halal apabila dalam proses produksinya tidak menggunakan bahan-bahan yang diharamkan. Apabila hidrolisis lemaknya menggunakan enzim yang diharamkan, maka tentu lesitin kedelai ini menjadi haram.
Dalam skala industri, lesitin kedelai diekstrak menggunakan pelarut organik. Setelah bahan terekstrak, kemudian pelarutnya dihilangkan sehingga diperoleh ekstrak kasar lesitin. Agar diperoleh hasil lesitin yang lebih baik, maka dibuatlah turunan-turunan lesitin menggunakan proses enzimatis. Apabila proses ini menggunakan enzim fosfolipase A dari pankreas babi, maka lesitin nabati ini berstatus haram.
3. Pengembang
Pengembang (bread improver) dipakai untuk membuat adonan roti mengembang saat diolah menjadi roti. Ada beberapa istilah yang dikenal untuk menyebut bahan pengembang ini, seperti : soda kue, baking powder, baking soda, atau ragi (yeast/ gist). Ragi sesungguhnya adalah mikroorganisme hidup jenis jamur (khamir) yang disebut Saccaromyces cerevisiae.
Apabila dalam adonan roti disediakan cukup air, gula, dan ragi, maka adonan akan mengembang. Apabila dicampur dengan air, protein glutelin dan gliadin yang ada pada tepung terigu akan membentuk adonan yang elastis dan ekstensibel (bisa mengembang) yang disebut sebagai gluten. Ragi yang ditambahkan dalam adonan akan mengkonsumsi atau memfermentasi gula menjadi gas karbondioksida yang akan mengembangkan adonan roti. Protein glutelin akan menguatkan struktur gluten dan protein gliadin membuat gluten bisa mengembang secara elastis. Selama proses fermentasi, gula akan diubah menjadi gas CO2 dan senyawa ethanol (ethyl alcohol) yang berkontribusi membentuk aroma roti yang sedap. Apabila proses fermentasi terkendali dengan baik, maka akan dihasilkan produk bakery yang mempunyai volume dan tekstur yang baik serta cita rasa yang enak.
Selain yeast, bahan pengembang lain yang juga sering dipakai adalah asam tartarat (tartaric acid, E334). Asam tartarat halal jika dibuat dari bahan (kimia sintetis) halal, namun apabila dibuat dari hasil samping pembuatan minuman keras (seperti : wine), maka statusnya menjadi haram.
Selain yeast dan asam tartarat, bahan lain yang cukup terkenal dalam industri roti adalah ovalet. Ovalet dipakai sebagai bahan pengembang dan pelembut produk bakery. Oleh karena dibuat dari asam lemak, maka status kehalalannya tergantung pada asal asam lemak yang dipakai. Apabila berasal dari asam lemak tumbuhan, tentu tidak masalah. Namun apabila dibuat dari produk hewani, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal atau hewan haram (babi).
Selanjutnya, perlu pula dipahami bahwa ragi instant yang dijual di pasaran umumnya berbentuk serbuk kering. Agar tidak menggumpal, maka bahan anti gumpal (anti-caking agent) seringkali ditambahkan oleh produsen. Status kehalalan bahan anti gumpal ini tergantung dari bahan asal yang dipakai, yaitu dari bahan nabati (tanaman) atau hewani (tulang hewan). Apabila menggunakan bahan dari tulang hewan, seperti edible bone phosphate (E542), asam stearat (E570), serta magnesium stearat (E572), maka harus dipastikan status kehalalan hewannya.
4. Penyedap rasa
Bumbu masak instant saat ini telah tersedia di pasaran dalam bentuk beraneka ragam, seperti : Monosodium Glutamat atau Mononatrium Glutamat (MSG) atau vetsin, kaldu, yeast extract, dll. MSG adalah salah satu bumbu instant yang paling favorit dipakai. Bahan ini diproduksi dalam skala industri secara mikrobial dengan media pertumbuhan (perkembangbiakan) bakteri yang beraneka macam. Salah satu media fermentasi yang cukup dikenal dan pernah meresahkan masyarakat di Indonesia adalah daging dead-flesh (daging) babi. Sebagai pengganti vetsin, sebenarnya para ibu rumah tangga dapat menggunakan gula pasir.
5. Perisa (flavor atau pemberi aroma)
Flavor dipakai dalam industri makanan untuk memberi kesan aroma tertentu yang dikehendaki. Flavor dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu flavor sintetis (buatan/artificial) dan flavor alami. Secara umum, flavor sintetis memang cenderung lebih aman karena dibuat di laboratorium dari berbagai senyawa kimia. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Flavor produk haram. Menurut kaidah fiqih al washilatu ila haromin haromun (segala pengimitasian produk halal dengan produk haram itu diharamkan), maka flavor sintetis yang menggunakan aroma tertentu yang dimirip-miripkan dengan barang haram (babi dan minuman keras) tidak diijinkan. Sebagai contoh, flavor bacon, pork, white wine, red wine, dll.
b. Bahan dasar flavor. Flavor alami bisa diperoleh dari tumbuhan maupun hewan. Apabila diekstrak dari hewan (rasa ayam bawang, rasa sapi, dll) atau berbahan dasar asam amino hewan, maka harus dipastikan bahwa flavor ini berasal dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
Aroma daging juga bisa dimunculkan melalui proses ekstraksi jamur (yeast) tertentu. Dalam proses produksinya, jamur dikembangbiakkan melalui proses mikrobial. Oleh sebab itu, yang perlu diperhatikan adalah apakah yeast ini dikembangbiakkan pada media halal atau haram.
c. Rhum sebagai flavor. Penggunaan rhum dalam adonan bakery umumnya ditujukan untuk : pemberi aroma tertentu, pelarut (agar adonan tercampur dengan baik), pewarna, serta sebagai pengawet (agar roti lebih tahan lama). Rhum diharamkan karena memiliki sifat khamr. Bahkan kandungan alkohol rhum bisa mencapai 38-40%. Bahkan, peraturan di negara Amerika Serikat menyebutkan bahwa pelabelan rhum diijinkan pada produk tersebut mengandung alkohol minimal 40%. Oleh karena itu, kita mesti berhati-hati dengan berbagai produk bakery yang sering menggunakan rhum, seperti : Black Forest, Sus Fla, Cake, roti taart, dll.
d. Rhum essence. Rhum essence (rhum sintetis) juga diharamkan karena membuat konsumen tidak dapat membedakan rhum ‘asli’ dan rhum ‘sintetis’.
6. Pewarna
Bahan pewarna (colorings) yang biasa dipakai dalam makanan olahan terdiri dari 2 jenis, yaitu : pewarna sintetis (buatan/ artificial) dan pewarna alami (natural).
a. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat dari senyawa-senyawa kimia tertentu. Pewarna jenis ini sangat disukai produsen makanan karena memiliki tingkat kestabilan warna yang cukup baik (tidak mudah pudar saat pengolahan) serta harga yang relatif murah. Pewarna sintetis yang diijinkan dipakai adalah pewarna yang aman dipakai dalam makanan (food-grade), seperti : allura red (merah), tartrazin (kuning), dll. Meskipun tidak mengandung bahan haram, namun penggunaan yang berlebihan dapat berdampak tidak baik pada kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu, negara-negara Uni Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan pewarna sintetis, seperti : tartrazine (diganti dengan pewarna alami beta karoten).
Pewarna tekstil, cat tembok, pewarna kayu juga tidak diijinkan dipakai. Contoh pewarna non food-grade yang dilarang pemerintah (BPOM) ditambahkan pada produk makanan adalah : pewarna merah berpendar rhodamin B (kadang dipakai pada terasi, kerupuk, minuman sirup) dan pewarna kuning menyala methyanil yellow (kadang dipakai pada sirup, manisan buah, dll). Kedua pewarna sintetis non food-grade ini dilarang karena bisa menstimulasi pertumbuhan sel kanker dan berbagai penyakit lainnya.
b. Pewarna alami adalah pewarna yang diperoleh secara ekstraksi dari alam (tumbuhan). Contoh pewarna alami yang banyak tersedia di pasaran adalah xanthaxanthine (merah). Pewarna ini sering dipakai pada industri pengalengan daging dan ikan.
Pewarna organik ini dikenal memiliki tingkat kestabilan yang relatif rendah. Untuk menghindari kerusakan warna (pudar) dari pengaruh suhu, cahaya, serta pengaruh lingkungan lainnya pada saat penyimpanan maupun pengolahan, maka seringkali pada pewarna ini ditambahkan senyawa pelapis (coating agent) melalui proses micro-encapsulation.
Salah satu jenis pelapis yang sering dipakai adalah gelatin. Oleh karena berasal dari hewan, maka harus dipastikan apakah gelatin yang dipakai berasal dari hewan halal atau hewan haram. Senyawa pelapis lain, seperti : maltodekstrin dan karagenan halal dipakai.
7. Pelapis
(lihat pewarna dan vitamin).
8. Pelembut
Pelembut (shortening) adalah salah satu bahan standar yang sering dipakai pada industri roti. Para pengusaha makanan lebih familiar menyebut bahan pelembut roti ini dengan istilah mentega putih. Selain memberi sensasi lembut, shortening ini juga disukai karena dapat memberikan sensasi renyah (crispy) pada produk.
Pelembut umumnya dibuat dari lemak, bisa lemak hewan, lemak tanaman, maupun campuran dari keduanya. Apabila berasal dari lemak tanaman, maka tentu tidak masalah dari segi kehalalan. Namun apabila berasal dari lemak hewan, maka harus dipastikan status kehalalan lemaknya. Apabila dibuat dari lemak babi (lard), maka sudah tentu haram. Apabila dibuat dari lemak sapi (tallow), maka harus dipastikan bahwa lemak tersebut berasal dari sapi yang disembelih secara syar’i. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pengusaha bakery non Muslim sangat menyukai lard karena lemak babi ini dikenal sebagai lemak hewan yang paling enak dan memberi aroma sedap pada produk.
9. Anti gumpal
BTP lain yang sering dipakai dalam industri pangan adalah bahan anti penggumpal (anti-caking agent). Bahan ini berfungsi mencegah terjadinya penggumpalan bahan selama masa penyimpanan. Bahan ini contohnya dipakai sebagai agen anti gumpal pada produk ragi kering, garam, dll. sehingga tidak mudah menggumpal saat disimpan sebelum dipergunakan.
(For further information, please see notes below)
KODE-KODE NUMERIK INGREDIENT:
Industri makanan saat ini seakan tidak terlepas dari ingredien fabrikan. Ada kode-kode ingredient tertentu yang menggunakan awalan E-number dan ada pula yang tidak menggunakan awalan nomer tertentu. Berikut daftar ingredient (pewarna, pengawet, antioksidan, asam organik, asam lemak, penstabil, pengemulsi, dll) yang harus selalu kita waspadai kehalalannya :
1. Pewarna (coloring)
E101 (Riboflavin). Vitamin B2 (kuning oranye) ini halal jika berasal dari bahan nabati, namun haram jika diekstrak dari hati dan atau ginjal babi.
E170 (Kalsium karbonat/kapur). Bahan pemutih ini halal jika berasal dari karang (bahan tambang), namun statusnya haram jika diambil dari tulang binatang haram atau tulang hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
2. Antioksidan (antioxidant)
E320 (Butylated hydroxy-anisole/BHA). BHA halal jika karier yang digunakan adalah minyak nabati, namun haram jika kariernya adalah lemak hewan haram atau hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
E321 (Butylated hydroxy-toluene/BHT), BHT halal jika karier yang digunakan adalah minyak nabati, namun haram jika kariernya adalah lemak hewan haram atau hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
E322 (Lechitin/lesitin). Lesitin halal jika berasal dari biji kedelai (soy/soya lechitin) atau kuning telur (egg yolk). Apabila diekstrak dari lemak babi atau lemak hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i, maka tentu statusnya adalah haram.
3. Alkohol gula (sugar alcohols)
E422 (Glycerol). Di Amerika, glycerol disebut sebagai glycerin. Senyawa glycerol ini haram jika berasal dari lemak hewan haram (lemak babi, dll), dan halal jika berasal dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
4. Pengemulsi & Penstabil (emulsifier & stabiliser)
E470 (Garam natrium, kalium, dan kalsium dari asam lemak). E470 haram jika berasal dari asam lemak hewan babi dan halal jika berasal dari lemak tanaman atau lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E471 (Mono- dan digliserida dari asam lemak). E471 haram jika berasal dari asam lemak hewan babi dan halal jika berasal dari lemak tanaman atau lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E472 (Aneka ester dari mono- dan diglise-rida asam lemak). E472 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E473 (Ester sukrosa dari asam lemak). E473 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E474 (Sucroglycerides). E474 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E475 (Ester poligliserol dari asam lemak). E475 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
5. Anti-gumpal (anti-caking agents)
542 (Edible bone phosphate, tepung tulang). Tepung tulang ini haram jika berasal dari tulang babi dan halal jika berasal dari tulang hewan halal yang disembelih secara syar’i.
544 (Calcium polyphosphate, kalsium polifosfat). Mineral ini haram jika berasal dari tulang babi dan halal jika berasal dari bahan tambang atau dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
570 (Stearic acid, asam stearat). Asam organik ini haram jika berasal dari lemak babi dan halal jika berasal dari lemak tanaman atau lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
572 (Magnesium stearate). Status kehalalan magnesium stearat tergantung asam stearat yang dipakai karena bahan ini dibuat dari asam stearat.
6. Penyedap (flavor enhancer)
620 (L-glutamic acid). Penyedap rasa ini haram jika dibuat dari protein babi dan halal jika dibuat dari protein hewan halal yang disembelih secara syar’i.
621 (Monosodium glutamate, MSG). Penyedap rasa ini haram jika dibuat dengan media dari babi dan halal jika dibuat dari media yang halal.
622 (Monopotassium glutamate). Penyedap rasa ini haram jika dibuat dengan media lemak babi dan halal jika dibuat dari media yang halal.
920 (L-cystein hydrochloride). Asam amino ini haram jika dihidrolisis dari rambut manusia atau bulu babi, namun halal kalau dihidrolisis dari bulu binatang halal (ayam, bebek, domba, dll) yang disembelih secara syar’i.
Allahu a’lam bish-showwab
Sumber: Must be Halal on Facebook , diposting oleh PKS Pundong
Posted by Eko Setiaji Ekahfi
Ada 2 macam pemanis (sweeteners) yang sering dipakai dalam industri makanan, yaitu pemanis sintetis dan pemanis alami. Pemanis sintetis non-kalori, seperti: sodium siklamat (Na-Cyclamate), sodium sakarin (Na-Saccharine), dan aspartame, umumnya halal. Namun demikian, sorbitol bersifat syubhat karena produk ini dibuat dari glukosa yang berstatus syubhat. Dalam skala industri, glukosa dapat dibuat secara enzimatis menggunakan katalisator enzim alpha-amilase. Enzim ini dapat berasal dari mikroorganisme maupun dari saluran pencernaan hewan (saliva dan pankreas). Oleh sebab itu, sirup glukosa yang tidak tersertifikasi halal berstatus syubhat.
Pemanis alami juga ada beberapa macam. Umumnya gula jawa dan gula aren aman dikonsumsi. Justru gula pasir yang selama ini tidak kita waspadai dapat berstatus syubhat. Gula pasir dipermasalahkan kehalalannya karena senyawa yang sering dipakai sebagai whitening (pemucat atau pemutih) adalah arang (karbon) aktif. Arang aktif ini terkadang juga dipakai sebagi filter penyaring air. Arang aktif ini dapat berasal dari bahan tambang (mine), dari arang kayu tanaman (charcoal), maupun dari tulang hewan (bone). Arang tulang babi disinyalir banyak tersedia di pasaran.
2. Pengemulsi
Bahan pengemulsi (emulsifier) adalah bahan yang ditambahkan pada adonan pangan yang ditujukan agar bahan baku yang berkadar lemak tinggi dapat bercampur dengan air secara merata (homogen) dan stabil dalam waktu lama. Oleh karena dapat berfungsi menstabilkan campuran, maka sering kali pula dipakai sebagai bahan penstabil.
Status kehalalan bahan pengemulsi tergantung oleh senyawa yang dipakai, seperti misalnya: lesitin (lechitin). Lesitin adalah senyawa fosfolipida yang berasal dari lemak, tentu bisa lemak hewani maupun lemak nabati. Apabila berasal dari lemak hewan, maka harus dipastikan status kehalalan hewannya.
Lesitin juga dapat diekstrak dari bahan nabati, seperti: biji kedelai (soy/soya lechitin). Lesitin kedelai halal apabila dalam proses produksinya tidak menggunakan bahan-bahan yang diharamkan. Apabila hidrolisis lemaknya menggunakan enzim yang diharamkan, maka tentu lesitin kedelai ini menjadi haram.
Dalam skala industri, lesitin kedelai diekstrak menggunakan pelarut organik. Setelah bahan terekstrak, kemudian pelarutnya dihilangkan sehingga diperoleh ekstrak kasar lesitin. Agar diperoleh hasil lesitin yang lebih baik, maka dibuatlah turunan-turunan lesitin menggunakan proses enzimatis. Apabila proses ini menggunakan enzim fosfolipase A dari pankreas babi, maka lesitin nabati ini berstatus haram.
3. Pengembang
Pengembang (bread improver) dipakai untuk membuat adonan roti mengembang saat diolah menjadi roti. Ada beberapa istilah yang dikenal untuk menyebut bahan pengembang ini, seperti : soda kue, baking powder, baking soda, atau ragi (yeast/ gist). Ragi sesungguhnya adalah mikroorganisme hidup jenis jamur (khamir) yang disebut Saccaromyces cerevisiae.
Apabila dalam adonan roti disediakan cukup air, gula, dan ragi, maka adonan akan mengembang. Apabila dicampur dengan air, protein glutelin dan gliadin yang ada pada tepung terigu akan membentuk adonan yang elastis dan ekstensibel (bisa mengembang) yang disebut sebagai gluten. Ragi yang ditambahkan dalam adonan akan mengkonsumsi atau memfermentasi gula menjadi gas karbondioksida yang akan mengembangkan adonan roti. Protein glutelin akan menguatkan struktur gluten dan protein gliadin membuat gluten bisa mengembang secara elastis. Selama proses fermentasi, gula akan diubah menjadi gas CO2 dan senyawa ethanol (ethyl alcohol) yang berkontribusi membentuk aroma roti yang sedap. Apabila proses fermentasi terkendali dengan baik, maka akan dihasilkan produk bakery yang mempunyai volume dan tekstur yang baik serta cita rasa yang enak.
Selain yeast, bahan pengembang lain yang juga sering dipakai adalah asam tartarat (tartaric acid, E334). Asam tartarat halal jika dibuat dari bahan (kimia sintetis) halal, namun apabila dibuat dari hasil samping pembuatan minuman keras (seperti : wine), maka statusnya menjadi haram.
Selain yeast dan asam tartarat, bahan lain yang cukup terkenal dalam industri roti adalah ovalet. Ovalet dipakai sebagai bahan pengembang dan pelembut produk bakery. Oleh karena dibuat dari asam lemak, maka status kehalalannya tergantung pada asal asam lemak yang dipakai. Apabila berasal dari asam lemak tumbuhan, tentu tidak masalah. Namun apabila dibuat dari produk hewani, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal atau hewan haram (babi).
Selanjutnya, perlu pula dipahami bahwa ragi instant yang dijual di pasaran umumnya berbentuk serbuk kering. Agar tidak menggumpal, maka bahan anti gumpal (anti-caking agent) seringkali ditambahkan oleh produsen. Status kehalalan bahan anti gumpal ini tergantung dari bahan asal yang dipakai, yaitu dari bahan nabati (tanaman) atau hewani (tulang hewan). Apabila menggunakan bahan dari tulang hewan, seperti edible bone phosphate (E542), asam stearat (E570), serta magnesium stearat (E572), maka harus dipastikan status kehalalan hewannya.
4. Penyedap rasa
Bumbu masak instant saat ini telah tersedia di pasaran dalam bentuk beraneka ragam, seperti : Monosodium Glutamat atau Mononatrium Glutamat (MSG) atau vetsin, kaldu, yeast extract, dll. MSG adalah salah satu bumbu instant yang paling favorit dipakai. Bahan ini diproduksi dalam skala industri secara mikrobial dengan media pertumbuhan (perkembangbiakan) bakteri yang beraneka macam. Salah satu media fermentasi yang cukup dikenal dan pernah meresahkan masyarakat di Indonesia adalah daging dead-flesh (daging) babi. Sebagai pengganti vetsin, sebenarnya para ibu rumah tangga dapat menggunakan gula pasir.
5. Perisa (flavor atau pemberi aroma)
Flavor dipakai dalam industri makanan untuk memberi kesan aroma tertentu yang dikehendaki. Flavor dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu flavor sintetis (buatan/artificial) dan flavor alami. Secara umum, flavor sintetis memang cenderung lebih aman karena dibuat di laboratorium dari berbagai senyawa kimia. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Flavor produk haram. Menurut kaidah fiqih al washilatu ila haromin haromun (segala pengimitasian produk halal dengan produk haram itu diharamkan), maka flavor sintetis yang menggunakan aroma tertentu yang dimirip-miripkan dengan barang haram (babi dan minuman keras) tidak diijinkan. Sebagai contoh, flavor bacon, pork, white wine, red wine, dll.
b. Bahan dasar flavor. Flavor alami bisa diperoleh dari tumbuhan maupun hewan. Apabila diekstrak dari hewan (rasa ayam bawang, rasa sapi, dll) atau berbahan dasar asam amino hewan, maka harus dipastikan bahwa flavor ini berasal dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
Aroma daging juga bisa dimunculkan melalui proses ekstraksi jamur (yeast) tertentu. Dalam proses produksinya, jamur dikembangbiakkan melalui proses mikrobial. Oleh sebab itu, yang perlu diperhatikan adalah apakah yeast ini dikembangbiakkan pada media halal atau haram.
c. Rhum sebagai flavor. Penggunaan rhum dalam adonan bakery umumnya ditujukan untuk : pemberi aroma tertentu, pelarut (agar adonan tercampur dengan baik), pewarna, serta sebagai pengawet (agar roti lebih tahan lama). Rhum diharamkan karena memiliki sifat khamr. Bahkan kandungan alkohol rhum bisa mencapai 38-40%. Bahkan, peraturan di negara Amerika Serikat menyebutkan bahwa pelabelan rhum diijinkan pada produk tersebut mengandung alkohol minimal 40%. Oleh karena itu, kita mesti berhati-hati dengan berbagai produk bakery yang sering menggunakan rhum, seperti : Black Forest, Sus Fla, Cake, roti taart, dll.
d. Rhum essence. Rhum essence (rhum sintetis) juga diharamkan karena membuat konsumen tidak dapat membedakan rhum ‘asli’ dan rhum ‘sintetis’.
6. Pewarna
Bahan pewarna (colorings) yang biasa dipakai dalam makanan olahan terdiri dari 2 jenis, yaitu : pewarna sintetis (buatan/ artificial) dan pewarna alami (natural).
a. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat dari senyawa-senyawa kimia tertentu. Pewarna jenis ini sangat disukai produsen makanan karena memiliki tingkat kestabilan warna yang cukup baik (tidak mudah pudar saat pengolahan) serta harga yang relatif murah. Pewarna sintetis yang diijinkan dipakai adalah pewarna yang aman dipakai dalam makanan (food-grade), seperti : allura red (merah), tartrazin (kuning), dll. Meskipun tidak mengandung bahan haram, namun penggunaan yang berlebihan dapat berdampak tidak baik pada kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu, negara-negara Uni Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan pewarna sintetis, seperti : tartrazine (diganti dengan pewarna alami beta karoten).
Pewarna tekstil, cat tembok, pewarna kayu juga tidak diijinkan dipakai. Contoh pewarna non food-grade yang dilarang pemerintah (BPOM) ditambahkan pada produk makanan adalah : pewarna merah berpendar rhodamin B (kadang dipakai pada terasi, kerupuk, minuman sirup) dan pewarna kuning menyala methyanil yellow (kadang dipakai pada sirup, manisan buah, dll). Kedua pewarna sintetis non food-grade ini dilarang karena bisa menstimulasi pertumbuhan sel kanker dan berbagai penyakit lainnya.
b. Pewarna alami adalah pewarna yang diperoleh secara ekstraksi dari alam (tumbuhan). Contoh pewarna alami yang banyak tersedia di pasaran adalah xanthaxanthine (merah). Pewarna ini sering dipakai pada industri pengalengan daging dan ikan.
Pewarna organik ini dikenal memiliki tingkat kestabilan yang relatif rendah. Untuk menghindari kerusakan warna (pudar) dari pengaruh suhu, cahaya, serta pengaruh lingkungan lainnya pada saat penyimpanan maupun pengolahan, maka seringkali pada pewarna ini ditambahkan senyawa pelapis (coating agent) melalui proses micro-encapsulation.
Salah satu jenis pelapis yang sering dipakai adalah gelatin. Oleh karena berasal dari hewan, maka harus dipastikan apakah gelatin yang dipakai berasal dari hewan halal atau hewan haram. Senyawa pelapis lain, seperti : maltodekstrin dan karagenan halal dipakai.
7. Pelapis
(lihat pewarna dan vitamin).
8. Pelembut
Pelembut (shortening) adalah salah satu bahan standar yang sering dipakai pada industri roti. Para pengusaha makanan lebih familiar menyebut bahan pelembut roti ini dengan istilah mentega putih. Selain memberi sensasi lembut, shortening ini juga disukai karena dapat memberikan sensasi renyah (crispy) pada produk.
Pelembut umumnya dibuat dari lemak, bisa lemak hewan, lemak tanaman, maupun campuran dari keduanya. Apabila berasal dari lemak tanaman, maka tentu tidak masalah dari segi kehalalan. Namun apabila berasal dari lemak hewan, maka harus dipastikan status kehalalan lemaknya. Apabila dibuat dari lemak babi (lard), maka sudah tentu haram. Apabila dibuat dari lemak sapi (tallow), maka harus dipastikan bahwa lemak tersebut berasal dari sapi yang disembelih secara syar’i. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pengusaha bakery non Muslim sangat menyukai lard karena lemak babi ini dikenal sebagai lemak hewan yang paling enak dan memberi aroma sedap pada produk.
9. Anti gumpal
BTP lain yang sering dipakai dalam industri pangan adalah bahan anti penggumpal (anti-caking agent). Bahan ini berfungsi mencegah terjadinya penggumpalan bahan selama masa penyimpanan. Bahan ini contohnya dipakai sebagai agen anti gumpal pada produk ragi kering, garam, dll. sehingga tidak mudah menggumpal saat disimpan sebelum dipergunakan.
(For further information, please see notes below)
KODE-KODE NUMERIK INGREDIENT:
Industri makanan saat ini seakan tidak terlepas dari ingredien fabrikan. Ada kode-kode ingredient tertentu yang menggunakan awalan E-number dan ada pula yang tidak menggunakan awalan nomer tertentu. Berikut daftar ingredient (pewarna, pengawet, antioksidan, asam organik, asam lemak, penstabil, pengemulsi, dll) yang harus selalu kita waspadai kehalalannya :
1. Pewarna (coloring)
E101 (Riboflavin). Vitamin B2 (kuning oranye) ini halal jika berasal dari bahan nabati, namun haram jika diekstrak dari hati dan atau ginjal babi.
E170 (Kalsium karbonat/kapur). Bahan pemutih ini halal jika berasal dari karang (bahan tambang), namun statusnya haram jika diambil dari tulang binatang haram atau tulang hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
2. Antioksidan (antioxidant)
E320 (Butylated hydroxy-anisole/BHA). BHA halal jika karier yang digunakan adalah minyak nabati, namun haram jika kariernya adalah lemak hewan haram atau hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
E321 (Butylated hydroxy-toluene/BHT), BHT halal jika karier yang digunakan adalah minyak nabati, namun haram jika kariernya adalah lemak hewan haram atau hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
E322 (Lechitin/lesitin). Lesitin halal jika berasal dari biji kedelai (soy/soya lechitin) atau kuning telur (egg yolk). Apabila diekstrak dari lemak babi atau lemak hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i, maka tentu statusnya adalah haram.
3. Alkohol gula (sugar alcohols)
E422 (Glycerol). Di Amerika, glycerol disebut sebagai glycerin. Senyawa glycerol ini haram jika berasal dari lemak hewan haram (lemak babi, dll), dan halal jika berasal dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
4. Pengemulsi & Penstabil (emulsifier & stabiliser)
E470 (Garam natrium, kalium, dan kalsium dari asam lemak). E470 haram jika berasal dari asam lemak hewan babi dan halal jika berasal dari lemak tanaman atau lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E471 (Mono- dan digliserida dari asam lemak). E471 haram jika berasal dari asam lemak hewan babi dan halal jika berasal dari lemak tanaman atau lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E472 (Aneka ester dari mono- dan diglise-rida asam lemak). E472 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E473 (Ester sukrosa dari asam lemak). E473 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E474 (Sucroglycerides). E474 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E475 (Ester poligliserol dari asam lemak). E475 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
5. Anti-gumpal (anti-caking agents)
542 (Edible bone phosphate, tepung tulang). Tepung tulang ini haram jika berasal dari tulang babi dan halal jika berasal dari tulang hewan halal yang disembelih secara syar’i.
544 (Calcium polyphosphate, kalsium polifosfat). Mineral ini haram jika berasal dari tulang babi dan halal jika berasal dari bahan tambang atau dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
570 (Stearic acid, asam stearat). Asam organik ini haram jika berasal dari lemak babi dan halal jika berasal dari lemak tanaman atau lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
572 (Magnesium stearate). Status kehalalan magnesium stearat tergantung asam stearat yang dipakai karena bahan ini dibuat dari asam stearat.
6. Penyedap (flavor enhancer)
620 (L-glutamic acid). Penyedap rasa ini haram jika dibuat dari protein babi dan halal jika dibuat dari protein hewan halal yang disembelih secara syar’i.
621 (Monosodium glutamate, MSG). Penyedap rasa ini haram jika dibuat dengan media dari babi dan halal jika dibuat dari media yang halal.
622 (Monopotassium glutamate). Penyedap rasa ini haram jika dibuat dengan media lemak babi dan halal jika dibuat dari media yang halal.
920 (L-cystein hydrochloride). Asam amino ini haram jika dihidrolisis dari rambut manusia atau bulu babi, namun halal kalau dihidrolisis dari bulu binatang halal (ayam, bebek, domba, dll) yang disembelih secara syar’i.
Allahu a’lam bish-showwab
Sumber: Must be Halal on Facebook , diposting oleh PKS Pundong
Posted by Eko Setiaji Ekahfi